Postingan

Gambar
PELAJARAN SANGAT BERHARGA DARI GENOSIDA UMAT ISLAM BOSNIA (Refleksi Terhadap Toleransi Beragama) Pada abad ke-13, Bosnia adalah negara dengan mayoritas Muslim. Mereka hidup damai dengan kaum minoritas. Pada masa itu, setidaknya ada 45 persen dari 4,7 juta warga Bosnia memeluk agama Islam. Sisanya adalah Kristen Ortodoks, Katolik, Protestan, dan lainnya. Arus modernisasi membuat penduduk Bosnia mengikuti gaya Eropa pada umumnya. Identitas agama tidak lagi terlihat mencolok. Semua hidup berdampingan dengan damai dalam bingkai kerukunan antarumat beragama. Kehidupan Muslim dengan nilai-nilai Islamnya lambat laun pudar di negeri Balkan. Diskotek dan bar muncul di setiap sudut kota. Tak ada lagi jarak antara Muslim dan non-Muslim. Mulai dari cara berpakaian, bergaul, hingga merayakan hari-hari besar keagamaan. Semuanya membaur atas nama besar toleransi. Dalam diary yang ditulis Zlatan Filipovic--seorang gadis Muslim yang terlahir dalam keluarga terhormat di Sarajevo yang menjadi i
Gambar
PEMILU, RUMAH YANG TAK KUNJUNG SELESAI Oleh Taufiqurrahman Ketua KPU Sijunjung Ibarat rumah, pilar demokrasi yang bernama pemilu di Indonesia masih saja mengalami bongkar pasang, bukan hanya pada elemen pendukungnya, tapi menyentuh  pada konstruksi dasar dari bangunan itu sendiri, yakni penyelenggara dan system penyelenggaraan. Sebagai Negara yang membangun kembali demokrasinya pasca reformasi tahun 1998, Indonesia telah melaksanakan pemilu selama empat kali (1999, 2004, 2009, dan 2014), tiga kali di antaranya pasca amandemen UUD 1945. Itu berarti sudah hampir 20 tahun kita memasuki masa penataan demokrasi setelah sekian lama berada dalam kooptasi otoritarian Orde Baru. Namun waktu yang hampir 20 tahun ini menyisakan pertanyaan besar di benak kita, terkhusus terkait dengan regulasi, apakah pemilu kita sedang bergerak maju atau sedang mundur ke belakang? Ada yang berpandangan kalau waktu 20 tahun adalah waktu yang cukup lama bagi sebuah bangsa untuk menemukan kemapanan demo
Gambar
KUASA LANGIT By taufiqTan Kawan, engkau tidak akan bisa melukis laut tanpa mengikutsertakan langit. Seluas apapun laut yang engkau lukis di atas kanvas, belumlah cukup meyakinkan orang bahwa yang engkau lukis itu adalah laut. Mungkin saja orang akan mengira engkau hanya melukis genangan air di belakang rumahmu, atau itu hanya lukisan air di telaga biru. Karena lukisan lautmu hanya tampak seperti kumpulan air di permukaan. Namun ketika engkau menyertakan langit dengan bentanga n cakrawala yang luas di atasnya, maka orang akan percaya bahwa kumpulan air yang engkau lukis itu adalah laut. Kawan, Engkau tidak bisa melukis gunung tanpa mengikutsertakan langit. Setinggi apapun gunung yang engkau lukis, meski engkau penuhi semua kanvas dan kertas dengan gambar gunungmu, dia hanya akan tanpak seperti gundukan bebatuan dan deretan pepohonan. Namun ketika langit engkau bentangkan di belakangnya, barulah orang akan percaya bahwa yang engkau gambar itu adalah gunung. Itulah k
Penumpang Bus By Taufiq Tan Teringat dulu masa kuliah ketika naik bus ke Jawa. Saya menemukan ada tiga jenis penumpang bus. Pertama, penumpang resmi. Yaitu mereka yang menjadi penumpang dengan prosedur resmi. Membeli tiket/karcis di pool atau di agen dengan harga resmi. Kemudian menempati tempat duduk sesuai dengan nomor kursi yang tertera di tiket. Kedua, penumpang yang naik di jalan. Penumpang jenis ini tidak memiliki tiket. Harga yang dibayarpun sesuai negosiasi dengan si sopir. Kalau  harga cacok, angkat barang tu, kalau gak cocok lanjuut. Penumpang yang naik di jalan ini bisa untung2an. Kalau ada kursi yang kosong, dia bisa memilih tempat duduk dimana dia suka. Kalau tidak, terpaksa duduk di kursi serap. Yang disebut kursi serap ini kawan, alamaaak..! Biasanya dipasang diteengah jalur tempat biasanya penumpang berlalu lalang. Kursi serap ini tak pakai sandaran. Kalau kursi serap itu dipasang pas di deretan kursi anda, maka alamat kenyamanan and sebagai penumpang resmi
Gambar
JUMAT DI BAWAH GUYURAN HUJAN Puisi Taufiq Tan Tentang sholat Jumat di bawah guyuran hujan itu, kawan. Sungguh aku takut menceritakannya padamu. Aku takut jika setiap kata akan mendistorsi makna sesungguhnya dari realitas yang kualami.. Aku takut jika rangkaian kalimat tak mampu mewakili perasaanku.... Dan yang lebih kutakutkan, engkau salah tafsir akan diriku... Karena itu kawan, aku hanya diam saat engkau bertanya tentang sholat Jumat di bawah guyuran hujan itu...karena sungguh, itu adalah peristiwa yang tak terkata.. Mungkin hanya satu hal yang bisa kubagi denganmu, kawan. Saat kulihat lautan manusia menghadap ke arah yang sama... Saat kumandang azan membelah langit ibukota.... Saat khatib mengakhiri khotbah keduanya... Saat imam menutup rakaat terakhir dengan salam... Selama itu airmataku tak henti mengalir...Mengalir begitu saja kawan Kawan, Menurutku, Kadang kita perlu mengalami untuk bisa merasa*** Sijunjung  Gagal move on hingga 9 Des’16
Gambar
NEGERI DALAM SEPOTONG PERIH Puisi  Taufiq Tan Tuan, lihatlah negeri ini! Senjanya adalah luka, Malamnya adalah dendam, Dan siangnya berselimut khianat, Semua yang tercabik menyisakan perih, Semua yang terkoyak meninggalkan hampa, Jeritnya tak terlolongkan, Takutnya tak tergigilkan, Karena sakitnya tiada berupa, Tapi tuan, Usahlah dulu berputus asa, Karena kita masih memiliki sepotong pagi, Untuk membasuh semuanya. Sijunjung, akhir februari 2017
Gambar
MANUSIA PEMANTIK API Puisi  Taufiq Tan Manusia pemantik api Lidahnya api Nafasnya api Setiap semburan kata katanya mengobarkan amarah Setiap tudingan telunjuknya menebar bencana Manusia pemantik api Separoh kekuatan dajjal berhimpun di belakangnya Dia menyuarakan kebathilan seolah olah kebenaran, dan menuding kebenaran seolah olah kebathilan Wahai saudaraku...! Manusia pemantik api itu, Engkau tak perlu takut menghadapinya, Karena dia tak bisa membunuhmu dua kali. Sijunjung, jumat pertama di februari2017