KHOTBAH IDUL FITRI 1437 H
NASKAH KHOTBAH IDUL FITRI 1437 H
DENGAN RAMADHAN KITA BANGUN KEMBALI KARAKTER MUKMIN YANG KUAT DAN
DIPERCAYA
Oleh
Taufiqurrahman
Assalamualaikum
wr wb
Allahuakbar
3x3
Alhamdulillahilladzii Allafa baina Quluubina bil iimani wal
Islam...
Puji syukur kita kepada Allah...
Dan shalawat kepada Nabi......
Pada hari ini, semua lisan orang-orang beriman, yang
laki-laki dan perempuan, yang tua ataupun yang muda, yang kaya atau yang hidup
sederhana, semuanya mengumandangkan takbir mengagungkan kebesaran Allah Azza wa
Jalla, Allah sang pemilik kemenangan, dia berikan kemenagan itu pada siapa yang
dikehendakinya, dan dicabut kemenangan itu dari siapa yang dikehendakinya...inna
fatahna laka fatham mubiina.....Alfath 1-2),
Artinya: 1)
Sesungguhnya kami telah berikan kepadamu kemenagan yang nyata, 2) Supaya Allah
memberi ampunan kepadamu terhadap dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan
datang, serta menyempurnakan nikmatnya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan
yang lurus.
Kemenangan besar kita hari ini juga atas kekuasaan dan
kehendak Allah, seperti kemenangan yang diberikan Allah pada Rasulnya dalam
perang Badar dan Khaibar. Allah tundukkan musuh-musuhnya atas orang –orang yang
beriman, Allah kalahkan kekuatan-kekuatan besar yang dzolim, yang sombong dan yang
melampaui batas oleh kekuatan-kekuatan kecil yang digerakkan dengan iman dan
ketundukan kepada Allah. Kekuatan yang digerakkan dengan kerendahan hati, kekuatan
yang dengan ikhlas membangun shaf-shaf yang rapi dengan ketaatan dan keyakinan
penuh kepada Allah.
Karena itu Bapak Ibu kaum Muslimin sidang Jamaah idul fitri yang
berbahagia, tidaklah pantas bagi kita untuk menepuk dada, tidaklah pantas bagi
kita untuk berbangga diri terhadap apa yang telah kita peroleh hari ini. Perjuangan melawan diri sendiri, menundukkan
nafsu dan syahwat terhadap kemewahan dunia bukanlah sesuatu yang mudah kecuali
Allah memudahkannya untuk kita..... Perjuangan melawan hawa nafsu dan syahwat
dunia bukanlah sesuatu yang ringan kecuali Allah meringankannya untuk kita.
Kaum muslimin sidang jemaah ied yang berbahagia....
Perjalanan ibadah puasa selama sebulan penuh yang kita
lakukan, memiliki multiple effek dalam
diri dan kehidupan kita jika ibadah puasa itu kita lakukan dengan benar, dengan
penuh kesadaran dan keimanan. Dalam segi kesehatan fisik misalnya, tak
disangsikan lagi bahwa Ibadah puasa Ramadhan dapat menyehatkan kita, merekonstruksi
kembali mekanisme yang berjalan dalam tubuh kita, baik itu system pencernaan,
system syaraf, dan metabolisme tubuh kita. Orang berpuasa cendrung lebih sehat
dari orang yang tidak puasa, karena kebiasaan buruk dalam pola makan, pola
konsumsi dan pola kerja yang dilakukan diluar bulan puasa akan memiliki dampak
buruk terhadap tubuh kita, namun dengan berpuasa sebulan penuh, terjadi proses
rekonstruksi atau penataan kembali terhadap tubuh kita untuk kembali kepada
kenormalannya.
Dalam segi kesehatan jiwa. Ramadhan lebih memberi kita ketenangan, memberi ruang
bagi kita untuk merenugi orientasi/tujuan hidup kita yang sebenarnya. Ramadhan
menetralisir hati dan pikiran kita dari kejaran-kejaran kepentingan dunia,
sehingga kita bisa melihat kehidupan ini dari proporsi yang
sebenarnya....selama ini kita mungkin terlalu mencintai harta kita dengan
kecintaan yang berlebihan, tapi selama ramadhan harta itu kita infakkan dengan
ringan untuk agama Allah. Kita terlalu mengagung-agungkan pangkat dan jabatan,
namun sekarang tak ada yang lebih agung kita rasakan selain dari kebesaran
Allah. Selama ini kita mungkin terlalu mencintai perniagaan dan rumah yang
nyaman, namun di 10 hari akhir ramadhan rumah dan perniagaan itu kita
tinggalkan untuk beritiqaf di masjid, berzikir dan berdoa mengharapka
pengampunan dari Allah SWT.
Kemudian dari sisi kehidupan social, Ramadhan telah menggugah
hati kita untuk berbagi, mengingatkan kita bahwa kita tidak hidup sendiri di
muka bumi ini. Ada saudara saudara kita yang lain yang membutuhkan uluran
tangan kita. Ada manusia lain yang tidak bernasib semujur kita. Ada kehidupan
lain yang kondisinya tidak seberuntung kita....dalam kehidupan social ini,
ramadhan mengajarkan kita berempati...merasakan apa yang dirasakan oleh
saudara-saudara kita yang lain, saudara kita yang kurang mujur dan kurang
beruntung dalam kehidupan dunia, tapi tetap mereka bersyukur kepada Allah.
Ramadhan juga mengingatkan kita untuk bersilaturrahmi dengan kerabat, saudara
dan handai taulan, ramadhan mengingatkan kita bahwa kita memiliki orang-orang
yang kita sayangi yang selama ini jauh, terpisah oleh ruang dan waktu, mereka
hampir tidak pernah kita hubungi, hampir tidak pernah kita bertanya bagaimana
khabarnya, bagaimana keadaan hidupnya...namun setelah ramadhan dan idul fitri
ini, kita berjabat tangan, berangkulan, bertangisan, mengingatkan kita bahwa
kita masih memiliki mereka, dan mereka masih memiliki kita sebagai
saudaranya....betapa indahnya ramadhan yang sebulan ini kita lalui. Betapa
hebatnya dampak-dampak positif yang ditimbulkan ramadhan dalam kehidupan
seorang mukmin. Karena itu pantaslah kita berharap untuk bisa dipertemukan
kembali oleh Allah dengan ramadhan berikutnya, karena nikmatnya ramadhan telah
kita rasakan.
Kaum muslimin yang berbahagia, Singkatnya, Ramadhan mendefragmented.
Menata kembali bagian-bagian diri kita yang sudah berantakan, kemudian
dikembalikan pada tempat yang seharusnya. Dulu mungkin hati kita berserak
kemana-mana, mencintai jabatan, ataupun mencintai harta dengan kecintaan yang
berlebihan, kemudian hati itu dikembalikan pada kecintaan yang sebenarnya,
yakni kecintaan pada Allah dan Rasulnya. Dulu kita memusuhi orang lain, mungkin
tetangga atau teman sekerja dengan kebencian yang berlebihan hanya karena
hal-hal sepele, kemudian ramadhan menghilangkan kebencian yang tidak beralasan
itu dalam hati kita. Mungkin sebelum ramadhan kita disibukkan oleh sesuatu
urusan dunia yang tak habis-habisnya, sehingga kita tak punya waktu untuk
menyembah Allah, kemudian Ramadhan mengembalikan waktu kita yang hilang untuk
Allah.....yang pada akhirnya, hasil dari install ulang diri selama sebulan
penuh ini, mengembalikan kita kembali kepada esensi kehadiran kita dimuka bumi
yang Allah sebutkan dalam firmannya....wama
kholaqtul jinna wal insa illa liya’budun....sesungguhnya tidak aku ciptakan
jin dan manusia melainkan untuk menyembah kepadaku....itulah esensi kehadiran
kita...dan hari yang fitri ini mengembalikan kita pada tujuan sebenarnya kita
diciptakan.
Allahuakbar 3x3
Maasyiral mukminin Rahimakumullah
Satu hal yang penting dari proses ibadah selama bulan
Ramadhan yang telah kita lalui, bahwa
ramadhan ini adalah proses membangun kembali karakter kepribadian seorang
mukmin yang kokoh. Karakter yang mampu membuat seorang mukmin dihormati dan
disegani oleh siapapun. Karakter yang menunjukkan kemulian dan keluhuran
perilaku yang lahir dari keimanan kepada Allah. Puasa yang sebulan penuh kita
lakukan, merupakan pelatihan kepribadian paling hebat yang tidak ditemukan
dalam ajaran manapun, di mana seorang mukmin membuat komitmen dengan dirinya
sendiri, berjanji dengan dirinya sendiri, kemudian mentaati penjanjiannya
sendiri tanpa ada yang mengawasi selain Allah dan dirinya sendiri. Ini
pendidikan karakter dan kepribadian yang luar biasa bagi kita semua.
Ada tiga karakter penting yang dapat dibangun oleh seorang
mukmin dalam dirinya dengan melaksanakan ibadah puasa :
1.
Menjadi pribadi pemaaf
Puasa
mensyaratkan bagi kita untuk bersih diri dan bersih hati. Karena tanpa hati
yang bersih, ibadah yang kita lakukan hanya bermakna sebagai pelepas kewajiban
tanpa berbekas sedikitpun dalam kepribadian dan tingkah laku kita. Memaafkan adalah
salah satu cara bagi kaum muslimin untuk
membersihkan hati dari segala sifat dendam, syakwasangka, dan benci.
Karena itu
sebuah anjuran bagi kita sebelum memasuki bulan ramadhan adalah meminta maaf
kepada sesama muslim, kepada tetangga dan kerabat, kepada saudara dan handai
taulan, kepada orangtua dan antara suami dan istri. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah Rasulullah bersabda.....
Artinya: tidaklah sedekah itu mengurangi harta, Allah
akan menambah kemuliaan terhadap orang yang pemaaf, dan Allah akan menaikkan
derajat orang-orang yang bersifat
tawaddhu’ (HR. Muslim).
Puasa
melatih seorang muslim untuk mengendalikan amarahnya. Ketika dia sedang
berpuasa dan ada orang lain memancing amarahnya, seorang mukmin cukup
mengatakan, saya sedang puasa/ana shaum.
Dalam
hadits lain diceritakan, bahwa dalam satu kesempatan dengan para sahabat
Rasulullah bertanya, “fama ta’udduunassura’ah?”
Apa yang kamu sebut dengan seorang jagoan?...kemudian sahabat menjawab “alladzii laa yasro’uhurrijal,:
seseorang yang mampu merobohkan lawannya. Laisa
bidzaalik Bukan itu, jawab Rasulullah, jagoan itu adalah orang yang mampu
menguasai dirinya ketika sedang marah (HR. Muslim).
Kaum
Muslimin sidang ied yang berbahagia.
Dalam
kehidupan sekarang kita rasakan Memaafkan adalah sesuatu yang mahal untuk saat
ini. Terkadang kita lebih suka menyimpan dendam daripada melapangkan perasaan
dengan sedikit maaf. Kita lebih suka
membenci daripada menghormati. Seorang muslim lebih suka memelihara pertikaian
dan permusuhannya dengan saudaranya yang lain hanya karena perbedaan pandang
terhadap sesuatu, karena tersinggung oleh hal-hal kecil, atau karena warisan
kebencian yang diwariskan turun temurun dalam sebuah kelompok.
Hal ini
jelas bukan karakter baik yang ingin dibangun dalam ibadah sebulan penuh di
bulan Ramadhan. Ramadhan menginginkan kita bersaudara, berlapang hati, dan
saling memaafkan. Kalau seorang mukmin dengan mukmin lainnya tidak bisa saling
memaafkan, maka orang lain akan menilai begitulah karakter buruk orang-orang
Islam, sesama Islam saja mereka tidak mau saling memaafkan .
Allahuakbar
3x
2.
Menjadi pribadi yang selalu menepati janji
Satu
karakter yang mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah menepati janji.
Rasululah adalah pribadi yang teguh dalam memegang janji dan komitmen bukan
saja pada sesama mukmin, tapi juga kepada orang lain di luar Islam. Inilah yang
membuat Rasulullah dihormat oleh kawan maupun lawan.
Kemulian
perilaku menepati janji merupakan karakter penting bagi seorang mukmin. Allah
SWT memerintahkan kita dalam Surat Almaidah ayat 1 untuk selalu menepati janji,
janji apa saja dan pada siapa saja, yaaayyuhalladziina
amanu aufu bil ‘uquud. Hai orang-orang yang beriman, tepatilah janjimu
apabila kamu berjanji.
Sidang
jemaah ied yang berbahagia. Puasa selama Ramadhan adalah salah satu pelatihan
yang hebat dalam membentuk kepribadian yang kokoh bagi seorang mukmin, terutama
dalam hal menepati janji. Seseorang yang sudah berniat puasa di waktu fajr,
sudah membangun komitmen terhadap dirinya dihadapan Allah untuk menahan makan
dan minum serta perbuatan lainnya yang membatalkan puasa hingga matahari
terbenam.
Komitmen
ini dilakukan tanpa pengawasan dari orang lain, tanpa sanksi, dan tanpa
tekanan. Artinya seseorang yang berpuasa bisa saja melanggar janjinya secara
diam-diam. Mencuri waktu untuk makan dan minum di siang hari, kemudian tetap
mengaku berpuasa hingga senja hari. Tapi orang berpuasa tidak akan melakukan
itu. Orang berpuasa belajar bagaimana menghargai janji yang sudah diniatkannya
sejak pagi hari, untuk berpuasa hingga senja harinya. Inilah pelajaran yang
hebat dari puasa. Inilah pesantren pendidikan diri terbesar di seluruh dunia. Dilakukan
secara massif, secara bersamaan oleh orang-orang beriman di seluruh penjuru
dunia.
Mungkin
dalam keseharian kita menganggap mengangkari janji adalah hal biasa, hal yang
remeh. “titian biaso lapuak, janji biaso mungkie”, tapi Kita tidak sadar bahwa
setiap pengingkaran terhadap janji yang jika buat akan menggerogoti karakter
diri kita dan akan merendahkan pandangan orang lain terhadap diri kita. Memang
kadang kala kita bisa lupa terhadap janji yang kita buat dengan orang lain,
karena itu kita harus mncatat setiap janji yang kita buat dan berusaha
menepatinya. Namun yang lebih fatal, kalau kita sudah berniat mengingkari janji
kita, sejak janji itu kita ucapkan.
Karena itu
seorang mukmin tidak akan bermain-main dengan janjinya. Jika seorang mukmin
biasa mengingkari janjinya, maka orang lain akan menganggap tidak ada lagi
orang mukmin yang bisa dipercaya, sesama mereka saja mereka tidak pernah
menepati janji, apalagi terhadap orang lain. Ibadah mereka, puasa mereka
hanyalah main-main dan sekedar kebiasaan saja. Jika itu sudah menjadi anggapan
orang lain terhadap kita, maka tak ada lagi karakter yang bisa dibanggakan dari
orang-orang mukmin.
3.
Menjadi pribadi muslim yang berani menanggung beban
saudaranya
Alquran
memerintahkan seorang muslim untuk saling tolong menolong. Dalam surat Almaidah
ayat 2 Allah sampaikan, “Taawanu ‘alal
birri wattaqwa, wala taawanu ‘alal ismi wal ‘udwan.” Berolong-tolonglah kamu
dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah kamu bertolong-tolong dalam perbuatan
dosa kejahatan.
Tingkat
tertinggi dalam taawun adalah takaful. Takaful bukan hanya sekedar tolong
menolong, atau tolong menolong sekedarnya. Tapi lebih dari itu. Takaful
bermakna menanggung beban yang tidak terpikulkan oleh saudara yang lain. Bukan
hanya beban ekonomi, tapi juga beban tanggungjawab lainnya dalam kehidupan ini.
Salah satu kisah yang luar biasa ketika
Rasulullah SAW akan hijrah dari makkah ke madinah, kaum kafir qurais telah
merencanakan pembunuhan terhadap Rasulullah pada malam itu. Namun rencana jahat
kaum kafir qurais itu sudah diketahui oleh Rasulullah lewat malaikat jibril.
Menjelang
tengah malam, ketika rumah Rasulullah dikepung, rasulullah meminta Ali bin abi
Thalib untuk menggantikan tempat tidur beliau, dan kemudian diam-diam
Rasulullah keluar rumah dan pergi hijrah bersama Abu Bakar Siddiq. Keberanian Ali bin Abi Thalib menanggung
resiko, menggantikan nabi di tempat tidurnya, adalah keikhlasan menanggung
beban yang sangat berat, beresiko kehilangan nyawa, tapi Ali bin Abi Thalib
berani melakukannya untuk keselamatan perjalanan hijrah Rasulullah.
Kaum
muslimin sidang sholat ied yang dirahmati Allah...
Apa yang
kita rasakan hari ini, bahwa sesama muslim enggan menanggung beban
saudaranya. Sebuah kejadian di rumah
sakit yang sangat menyayat hati, seorang pasien yang gawat darurat tidak
ditangani oleh pihak medis karena tidak ada keluarganya, tidak ada seorangpundi
rumah sakit itu orang yang bersedia
mengambil alih tanggungjawab untuk menjamin si pasien ini. Dan akhirnya
si pasien meregang nyawa tanpa ada
tindakan apa-apa.
Banyak lagi
contoh-contoh peristiwa yang menunjukkan bagaimana kita seorang mukmin sudah
kehilangan karakter yang sangat penting
dalam diri kita, yakni keberanian menanggung beban saudara mukmin lainnya.
Kehidupan yang serba individualis ini telah menggerus rasa kebersamaan kita
kaum muslimin. Kita lebih sibuk memikirkan diri kita sendiri, merasa lebih
susah dari orang lain, merasa lebih punya banyak kebutuhan yang harus dicukupi,
sehingga jangankan berpikir untuk orang lain, berpikir untuk diri sendiri saja
kita sudah lelah. Jangankan untuk menanggung beban orang lain, untuk menanggung beban sendiri
saja kita sudah susah. Bahkan tidak jarang beban yang seharusnya menjadi
tanggungjawab kita, kita bebankan ke pundak orang lain. Dan celakanya,
kemampuan berkelit dari tanggungjawab seperti itu, kemampuan menghindar dari
beban tanggungjawab itu kita anggap sebagai sebuah prestasi, sebuah kehebatan
yang perlu kita miliki, tapi sebenarnya itu adalah karakter yang buruk yang
tidak pantas bagi seorang mukmin.
Ramadhan
yang mubarok ini, mengajarkan kita sebuah pelatihan penting, yakni pelajaran
berbagi dengan sesama, mengeluarkan harta kita untuk saudara kita yang lain,
menanamkan empati dari rasa lapar yang kita jalani terhadap saudara-saudara
kita yang lain...itu semua merupakan pembentukan karakter yang luar biasa.
Kalau karakter ini tidak kita miliki, kalau seorang mukmin sudah enggan menanggung
beban saudaranya yang lain, maka orang-orang diluar Islam akan menertawakan
dengan sinis, “bagaimana mungkin orang-orang Islam ini akan mampu menjadi
pemimpin dunia, memikul beban oran lain, memikul beban saudaranya saja mereka
tidak mau.
Rasulullah
datang untuk memperbaiki Akhlak manusia, kita harus membangun peradaban ini
dengan kekuatan akhlak. Kekuatan kepribadian sebagai seorang muslim.
Kaum
Muslimin sidang ied yang dirahmati Allah. Musuh musuh islam mengenal betul
karakter kita sekarang...kita adalah muslim yang sudah terpecah belah, sulit
memaafkan antara satu kelompok dengan kelompok lain....kita adalah muslim yang
sudah terbiasa mengingkari janji, membuat kesepakatan, membuat komitmen perjuangan
dimana-mana sesama orang Islam kemudian mengingkarinya sendiri, dan musuh-musuh
Islam tahu persis bahwa orang2 islam sekarang sangat mencintai kehidupannya,
sangat mencintai dirinya sendiri...mereka takut kehidupannya yang nyaman itu
terganggu...kalaupun ada teriakan solidaritas terhadap ummat islam lainnya, terhadap
pengusiran muslim di rohingya...pembantaian di suriah, dan penistaan dibeberapa
belahan bumi lainnya, hal itu hanya sekedar basa basi saja....mereka tahu
persis orang-orang Islam sekarang enggan menanggung beban saudaranya..
Kaum
muslimin yang berbahagia...itulah kondisi kita, dan mudah2an puasa kita yang
sudah kita jalani sebulan penuh menguatkan kembali karakter kepribadian kita
sebagai seorang muslim...karena tanpa karakter yang kuat, kita hanyalah seperti
buih yang dihempaskan kesana kemari oleh gelombang kehidupan. Kita tak tahu apa
yang sebenarnya kita perbuat...
Sebagai
penutup dari khotbah ini, marilah kita berdoa bersama, semoga Allah mengutkan
kita, mengangkat derajat dan kehormatan kita, dan memuliakan kita kaum muslimin
semuanya
Innallaha
wal malaaikatahu yusolluna alannabi....
Allahummagfirlilmuslimiina
wal mu’minat....
Allahummadkhilna
mudkhola sidqin......
Allahummajalna
minattawwabin.......
Komentar
Posting Komentar