Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2016

BAB III BUKU OBAT ANTI KORUPSI

Gambar
BAB III  The power tends to corrupt. Absolute power, corrupt absolutely . Ini pernyataan terkenal dari Lord Acton (1834-1902), filsuf politik yang hidup di penghujung abad 19. Katanya, kekuasaan yang berlebihan akan membuat manusia cenderung untuk korup. Semakin absolute sebuah kekuasaan, semakin besar peluang korupsi itu terjadi. Pernyataan ini mungkin tidak sepenuhnya benar, karena sangat tergantung di tangan siapa kekuasaan itu berada, tapi ada baiknya juga untuk kita pikir dan renungkan. Kekuasaan memang punya godaannya sendiri, bisa membuat orang mabuk dan lupa diri. Kadang ia seperti magnet, menghisap orang pada permainan yang sulit dikendalikan. Kekuasaan kadang bisa merubah orang baik dan jujur menjadi jahat, orang lemah menjadi kuat, orang taat menjadi ingkar, orang yang rendah hati menjadi sombong dan takabur.  Dengan kekuasaan di tangannya orang menganggap dunia sudah dalam genggamannya. Orang lain menjadi budaknya, semua kekayaan menjadi miliknya, kata-katanya menjad

BAB II: Buku Obat anti Korupsi

Gambar
BAB II Nabilla kesal dengan kebiasaan ibunya yang suka mencatat tanggal, hari dan nomor telepon di dinding rumah. Tanggal lahir anak-anaknya, tanggal wisuda, tanggal pernikahan kakaknya, tanggal mereka pulang kampung dan menetap di rumah itu. Tanggal padi mulai ditanam, tanggal si anu meminjam uang, jumlah piutang yang ada pada tetangga, jumlah uang yang sudah dikembalikan dan yang masih sisa. Bahkan bukan itu saja, ada lagi nomor telepon yang berderet dan ditulis pakai spidol permanent. Nomor telpon paman yang di Jakarta , tante yang di Medan , Adik papa yang di Pekan Baru, dan banyak lagi nomor telpon tanpa nama yang ditulis tergesa-gesa, miring tak beraturan. Ia menganggap apa yang dilakukan ibunya adalah kebiasaan buruk dan tidak bisa diubah. Pernah ia membelikan buku khusus untuk tanggal-tanggal dan nomor telpon agar ibunya bisa mencatat dengan rapi semua yang dianggap penting. Tapi hal itu tidak bertahan lama, entah karena lupa atau tidak biasa. Buku itu hilang entah ke mana

BAB I: Buku Obat Anti Korupsi

Gambar
BAB I : Buku Obat Anti Korupsi Suherman duduk bersama Agus di deretan bangku tunggu stasiun kereta Lempuyangan.  Ada banyak penumpang yang berjejer di bangku itu untuk menunggu kereta yang sama menuju Bandung . Ketika menaruh tasnya di bawah, Suherman melihat selembar uang lima ribuan tergeletak begitu saja. Ia pungut uang itu dan ia menoleh ke kiri dan kanan. “Ini uang bapak?” katanya pada lelaki yang duduk di sebelahnya. Kemudian sesaat laki-laki itu merogoh kantong celananya, melihat isi kantong bajunya, kemudian menggeleng. “Bukan.” Lantas pada ibu yang duduk di sebelahnya lagi. “Ini uang ibu yang jatuh?” Tanya Suherman. Ibu itu menoleh sesaat kemudian menggeleng. “Bukan.” Ke semua orang yang duduk di deretan bangku itu, bahkan ke seorang cewek cantik yang duduk di deretan paling pojok Suherman menanyakan, siapa yang kehilangan uang lima ribu rupiah. Tapi tak satupun yang mengaku sebagai pemiliknya. Suherman bingung, mau diapakan uang lima ribu rupiah itu. Akhirnya kebet