BAB VIII: BUKU OBAT ANTI KORUPSI
BAB
VIII
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Adi Umairah
Al-Kindi disampaikan. Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: ”Barang siapa di
antara kamu kami angkat menjadi seorang pejabat, lalu dia menyembunyikan sebuah
jarum, atau lebih kecil dari itu kepada kami, maka perbuatan itu tergolong
dalam perbuatan korupsi, dan pada hari kiamat nanti dia akan membawa barang
itu,… (6:12 Shahih Muslim).
Sebagai sebuah tindakan, korupsi pasti mempunyai awalan
hingga orang sampai mengambil pilihan untuk melakukannya. Tidak mungkin ujug-ujug seseorang jadi koruptor tanpa
sebelumnya pernah bersentuhan dengan hal-hal yang berbau korupsi. Artinya ada
langkah-langkah yang secara sadar ataupun tidak telah membawanya sampai pada
perbuatan tersebut.
Awalnya mungkin dari korupsi kecil-kecil yang tidak
dianggap sebagai perbuatan korupsi. Dari hal yang sepele, misalnya mencuri arus
listrik, menggunakan telpon kantor untuk kepentingan pribadi. Bagi seorang
karyawan misalnya, bolos kerja tapi presensi tetap ditulis hadir oleh temannya.
Kalau dia seorang mahasiswa, mengadakan acara seminar, kemudian memanipulasi
laporan keuangan pada pembantu rektor. Atau
juga mereka yang suka mengambil
barang-barang kecil milik kantor yang bukan haknya.
Dengan melakukan korupsi yang kecil-kecil itu mungkin seseorang
tidak akan dituduh korupsi. Tapi jelas dia sedang membuka jalan dalam dirinya
untuk melakukan korupsi yang lebih besar lagi. Karena apa? Karena dia sudah
membuat pintu masuk dalam logika sadarnya bahwa korupsi itu adalah hal biasa.
Teman saya menganalogikan perilaku korupsi terhadap hal
yang kecil-kecil ini seperti orang yang kecanduan narkoba, menghisap ganja dan
sebagainya. Saudara tahu bagaimana awalnya orang mulai menghisap ganja? Hampir
seratus persen penghisap ganja awalnya adalah perokok. Tidak mungkin orang yang
tidak suka merokok tiba-tiba jadi penghisap ganja, sangat mustahil. Karena itu
dengan merokok dia sedang membuka jalan untuk jadi pecandu narkoba, madat dan
sejenisnya. Hanya tinggal menunggu waktu dan momentum saja. Kalau momentumnya
datang seperti stress, frustasi, broken
home, gagal kuliah, dan sejenisnya. Perlahan-lahan rokok yang dihisap itu akan
berganti dengan ganja, dan saat itulah dia akan masuk dalam jajaran pecandu
narkoba.
Segala perbuatan dosa mempunyai awalannya. Ada langkah-langkah
pembuka sehingga orang sampai ke sana .
Karenanya dalam Al-Qur’an Allah sering mengingatkan kita, …”wala tattabi’u hutuwaatisyaithan!”
Janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaithan. Allah tidak mengatakan,
janganlah kamu ikuti syaithan. Tapi langkah-langkah (hutuwat) syaithan, karena dalam menjalankan misinya syaithan
mempunyai hutuwat, langkah-langkah, step-step yang pelan tapi pasti akan
menjerumuskan manusia ke dalam kemaksiatan.
Untuk sampai pada dosa zina misalnya, syaithan menggoda
manusia untuk berpacaran dulu, berpacaran boleh kok! biasa kok! Banyak orang
melakukannya, bahkan yang berjilbabpun banyak yang pacaran!, demikian
argumennya dibangun. Kemudian setelah pacaran hubungan meningkat lagi pada
pegangan tangan, berpelukan. Biasa kok! Berpacaran memang harus begitu!
Semuanya belangsung dengan wajar, seolah-olah tak ada yang salah. Kemudian
syaitan meneruskan langkah-langkahnya hingga sampai pada hubungan zina yang
sebenarnya. Dan manusia tidak menyadarinya.
Orang yang berjudi dan mabuk-mabukanpun demikian. Tidak
serta merta dia jadi penjudi dan pemabuk. Awalnya mungkin suka nongkrong di
warung, lihat orang main kartu atau gaple. Lantas sesekali menggantikan orang
yang sudah kalah, kecanduan, dan akhirnya menjadi penjudi kelas berat.
Yang suka mabuk juga awalnya coba-coba. Pertama terasa
sengak, kemudian mulai kecanduan hingga tak bisa dihentikan. Mungkin motif
terjerumusnya berbeda-beda, tapi yang pasti mereka telah terjebak mengikuti
langkah-langkah syaithan yang menyeretnya pada kesesatan yang jauh, hingga pada
suatu titik dia merasa sulit untuk kembali.
Saya punya teman sekolah seorang qori. Anaknya pintar,
lembut, mukanya jernih, suaranya bagus. Pernah ikut MTQ (musabaqah tilawatil
Qur’an) tingkat propinsi. Juara 3 untuk kategori hafalan ayat. Prestasi yang luar
biasa untuk ukuran kami yang bacaan al-Qur’annya pas-pasan. Saya mengira jalan
hidupnya sudah lempang. Disanjung oleh semua orang, disayang oleh semua pejabat
daerah, dia anak yang bernasib sangat bagus di antara kami karena prestasinya. Saya
memprediksikan masa depannya akan baik. Mungkin akan jadi salah seorang hafiz
terkenal seperti Muaimar. Punya rekaman kaset qiro’ah, dan dipandang oleh orang
sebagai calon ulama.
Setelah tiga
tahun meninggalkan sekolah, saya tidak pernah lagi bertemu dengan teman ini,
mendengar kabarnyapun tidak. Kemudian suatu ketika tanpa sengaja kami bertemu
dalam keadaan yang sangat asing. Saya mendapatkan dirinya sebagai seseorang
yang lain. Seorang laki-laki bertato, duduk di terminal sambil menghisap rokok,
mata merah, wajah kelam, dan rambut acak-acakan.
Tak tahu apa yang harus saya katakan. Seolah-olah saya
merasa berpisah dengannya tiga hari yang lalu, masih mengenalnya sebagai
seorang qori dengan muka yang jernih. Sekarang di depan saya dia menjelma jadi laki-laki
bertato dengan muka kelam. Bahasanya kasar, bahkan saya dengar juga dia pemabuk
berat yang menenggak berbotol-botol minuman tiap malam. Semuanya berubah dalam
tiga tahun.
Nah, selama tiga tahun itulah syetan menjalankan hutuwat-nya, langkah langkahnya yang
licik dan jahat. Hanya butuh tiga tahun bagi syetan untuk merubah seorang qori
menjadi preman bertato. Dan itu sangat mungkin. Saya tidak percaya karena tidak
melihat proses perubahannya. Tapi orang lain mungkin sudah melihatnya sebagai
hal yang biasa. Terlepas dari kuasa Allah sebagai pemberi petunjuk dan hidayah terhadap
siapa yang dikehendaki-Nya, apa yang terjadi dengan teman ini adalah bukti
bagaimana langkah-langkah syetan itu bekerja dengan efektif, membalikkan keadaan
baik menjadi buruk, kesalehan menjadi bejad, dan keimanan menjadi kufur.
Kalau syaithan bisa membuat seorang qori jadi pemabuk,
apakah saudara percaya syaithan juga bisa membuat seorang ustadz, seorang guru,
seorang intelektual dan orang baik-baik jadi koruptor? Sangat bisa. Karena
syaithan mempunyai langkah yang jitu untuk itu. Dia akan memulainya dari hal
yang kecil-kecil. Dari hal yang tidak dirasakan sebagai dosa. Dari hal yang
mungkin sangat diremehkan oleh manusia. Dari hal yang dianggap tidak berbahaya.
Ibarat baju putih yang dikenakan di badan kita. Pertama
menempel satu noda di lengan baju yang bersih itu, noda itu kita biarkan saja
dan tak pernah kita bersihkan. Kemudian ada lagi noda di kerah baju, juga dibiarkan.
Kemudian di pundak, di dada, di punggung hingga kemudian bercak-bercak noda itu
memenuhi baju kita. Kalau kita terbiasa membiarkan noda-noda kecil itu menempel
di baju putih yang kita miliki, sedikit demi sedikit. Lama-kelamaan kita tak
akan meghargainya lagi sebagai baju putih. Dan ketika suatu saat ada teman
mengajak kita bermain lumpur, becek-becekan dan lempar-lempar tanah, kita akan
ikut karena kita tidak akan keberatan dengan baju putih kita yang sudah
dipenuhi banyak noda. Toh baju ini sudah kotor juga, toh sudah ada noda-noda
kecil di mana-mana.
Demikianlah logika yang akan menyertai seseorang menjadi
koruptor. Sudah banyak korupsi-korupsi kecil yang dilakukannya sampai dia menganggapnya
biasa. Dia tak merasa terbebani ketika sebuah kesempatan untuk korupsi yang
lebih besar datang dan disikatnya tanpa ragu. Apa yang telah di lakukan pada
dirinya? Dia sedang meruntuhkan benteng dirinya sendiri, perlahan-lahan, satu
per satu, sampai pada titik semua pertahanannya terbuka. Godaan korupsi
menghadang di depannya. Mungkin dia akan berpikir, kenapa saya harus ragu?
Kenapa saya harus sok suci? Ini sama saja dengan yang sudah-sudah. Toh saya
sudah melakukannya dari hal yang kecil-kecil.
Pun sebaliknya, jika seseorang selalu menjaga kebersihan
dan kesucian baju putihnya, dia akan menjauhkan bajunya itu dari noda. Dia akan
bersikap hati-hati agar baju yang dipakainya tetap putih dan bersih. Satu noda yang menempel
akan segera dia bersihkan, dan dia tidak ingin baju putihnya tampak kotor oleh
orang lain.
Inilah logika yang akan menyertai orang yang selalu
menjaga diri dari korupsi yang kecil-kecil. Dia merasa sayang dengan dirinya,
nama baiknya, performanya, ibadahnya yang selalu dijaga dengan susah payah. Mungkin
dia akan berkata pada diri sendiri, “Kenapa saya harus mengotori semua ini dengan
korupsi, perbuatan yang akan menghinakan diri saya?” Kebersihan diri yang sudah
dijaga dengan kehati-hatian tidak akan mudah terkotori meskipun kesempatan
untuk korupsi datang berkali-kali ke hadapannya.
Setiap kali anda menolak kesempatan untuk korupsi,
setiap itu pula modal diri anda bertambah. Sekali anda menolak, itu akan
memperkokoh benteng dalam diri anda untuk selalu hidup terhormat dan
bermartabat tanpa korupsi. Tapi sebaliknya, setiap kali anda memberi pemakluman
dalam diri anda untuk menerima korupsi yang kecil-kecil, setiap itu pula anda
meruntuhkan benteng pertahanan diri anda satu per satu. Hingga saatnya anda
merasa tak ada lagi (moralitas) yang perlu dipertahankan dalam diri anda.
***
Sekurangnya ada tiga sebab yang mendorong orang untuk
melakukan korupsi. Pertama karena adanya tekanan/kebutuhan.
Kedua karena adanya kesempatan, dan
yang ketiga karena adanya pembenaran.
Kesemua penyebab korupsi itu bisa berawal dari yang kecil-kecil.
Adanya tekanan dalam kehidupan membuat orang berpotensi melanggar
aturan-aturan, norma, ataupun nilai yang dipegang teguh selama ini. Mungkin
tekanan itu berupa tekanan ekonomi, hutang, atau kepepet harus memenuhi suatu
kebutuhan secara mendadak seperti, anak sakit, istri melahirkan, cicilan rumah
harus dibayar, sudah meminjam ke sana sini tapi tak ada bantuan, akhirnya mau
tak mau melakukan penyimpangan menjadi pilihan.
Banyak orang, atau hampir semua orang pernah berada
dalam situasi seperti ini. Ada
yang bisa bersabar, tapi tak sedikit juga yang berputus asa dalam menghadapi
masalahnya, apalagi itu berhubungan dengan keluarga, anak dan istri. Ini akan
sangat emosional. Siapa yang tega
melihat anak dan istrinya sakit, tidak makan, tidak bisa sekolah, atau juga
bertarung dengan maut tanpa ada penanganan yang memadai.
Beruntunglah bagi mereka yang bersabar. Karena
demikianlah Allah menganjurkan. Semuanya yang terjadi dalam kehidupan ini datang
dari Allah, baik nikmat ataupun musibah. Bagi seorang mukmin, apapun keadaan
yang dihadapinya akan selalu ada pahala untuknya. Yakni ketika mendapat musibah
dia bersabar, dan ketika mendapat nikmat dia bersyukur. Kedua-duanya ada pahala
yang sama besarnya.
Tapi bagi orang yang berputus asa dan berkeluh kesah
dengan kesulitan yang dihadapi, berarti dia sedang berputus asa dengan nikmat
Allah. Dia sedang mengutuk nasib yang dirasakan sebagai ketidakadilan Yang
Kuasa, kemudian tak melakukan apa-apa. Kesulitan yang ada tidak akan terselesaikan hanya dengan
berkeluh kesah. Bahkan membuat pikiran menjadi sempit dan buntu, yang ada
hanyalah pikiran mencari jalan pintas untuk menyelesaikan persoalan dengan
segera.
Orang yang berkeluh kesah dan berputus asa seperti ini
sangat berpotensi untuk korupsi, tinggal menunggu satu kesempatan saja. Kalau ada kesempatan, korupsi akan jadi pilihan
yang tak perlu dipikir-pikir lagi. Keterpaksaan, darurat, keadaan sulit, adalah
alasan jitu yang bisa dijadikan pembenaran
untuk melakukan itu.
Jadi ada tiga hal penyebab korupsi yang harus kita
waspadai,
Tekanan,
Kesempatan,
Dan Pembenaran.
Komentar
Posting Komentar